Warak Ngendog Hewan Mitos


Warak Ngendog adalah salah satu hewan mitos yang bisa kamu dengar ceritanya di daerah Semarang Jawa Tengah,Pada kesempatan kali ini kami akan memberikan beberapa artikel yang berkaitan tentang pembahasan mengenai Warak Ngendog Hewan Mitos Dari 3 Daerah. Berikut ini akan kami berikan beberapa ulasan dan pembahasan yang berkaitan mengenai Warak Ngendog Hewan Mitos Dari 3 Daerah


Warak Ngendog adalah hewan rekaan yang di buat yang mewakili entitas budaya campuran antara Cina, Jawa dan Arab. Warak Ngendog hanya ada pada tradisi Dugderan dan tidak ada pada perayaan lainnya.Realitas ini menunjukan bahwa korelasi antara Warak Ngendog dan Dugderan merupakan kearifan produk local dalam menghadapi bulan suci Ramadhan. Seperti diketahui bahwa Dugderan dulu di adakan di tengah alon-alon depan Masjid Agung Semarang yang merupakan center dari semua kegiatan komunitas Cina, Jawa dan Arab yang ada di Semarang.


Warak berasal dari bahasa Arab “waro’a” yang berarti manusia harus menjaga diri dari hawa nafsu dan perbuatan yang tidak baik, salah satunya perbuatan bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari hari melalui amalan puasa. Karena kalau tindakan ini kita lakukan maka akan bermanfaat bagi diri kita maupun masyarakat pada umumnya dan kita akan menerima pahalanya. Pahala dari perbuatan baik kita ini disimbolkan dengan telur atau bertelur dalam bahasa Jawa “Ngendog” maka jadilah Warak Ngendog.


Sudut pandang ini menggambarkan sikap perilaku Wong Semarang yang tidak berbelit-belit, terbuka apa adanya, serta egaliter (tidak mementingkan kasta atau kedudukan). Bentuk Warak Ngendog ini juga mencerminkan akulturasi budaya yang bisa diterima oleh berbagai etnis dengan derajad yang sama.Makna Warak Ngendog yang mempunyai nilai-nilai filosofi yang sangat dalam sekali yang di gambarkan sebagai berikut:


1. Kepala Warak dengan mulut menganga yang menyeramkan (bahasa jawanya sangar) yang mempunyai symbol tentang nafsu manusia yang cenderung serakah dan buruk yang bisa merusak segalanya yang ada di dunia ini dengan hawa nafsu yang mau makan segalanya tanpa pandang bulu.


2. Badan Warak dengan ekor yang tegak mempunyai symbol bahwa manusia mempunyai perjuangan yang keras dalam menjaga hawa nafsu dan meninggalkan perbuatan yang jelek.


3. Bulu Warak Ngendog yang berwarna warni tapi diperutnya mempunyai kombinasi warna lain (Ngendit) mempunyai symbol kita manusia harus menjaga diri dari hawa nafsu dengan berpuasa sungguh-sungguh. Prihatin perutnya di kenditi dalam bahasa jawanya.


4. Bulu Warak Ngendog berbalik ( dalam bahasa jawa seperti pithik walik) mempunyai simbol bahwa pada masa memasuki bulan Ramadhan manusia harus bisa membalikan diri dari urusan keduniawian menuju arah keakhiratan.


Jadi dengan nilai-nilai filosofi yang ada pada Warak Ngendog ini kita tidak usah mempermasalahkan bentuk yang asli atau yang paten dari Warak Ngendog ini. Tapi kita harusnya lebih mengambil dari symbol-simbol ini untuk kehidupan kita sehari-hari, karena jelas disini di gambarkan kita harus selalu rukun dengan siapa saja tanpa memandang agama maupun etnis di lingkungan kita. Karena kalau di lihat dari sejarah di Masjid Kauman Semarang, symbol-simbol ini tidak pernah membedakan etnis tertentu, tapi lebih bermanfaat kalau diambil apa yang terkandung di dalamnya. Warak Ngendok yang jadi salah satu ikon kota Semarang tapi makna filosofisnya dapat di gunakan oleh siapa saja tanpa harus menjurus ke “sara”


Ramadhan akan segera tiba, dan setelah dua setengah tahun kembali di kota ini, saya melihat tradisi yang juga sebenarnya banyak berlaku di kota-kota lainnya yakni pasar dugderan yang biasa diadakan beberapa hari sebelum puasa tiba. Selain aneka produk jualan khas Ramadhan seperti busana muslim, kurma, mainan tradisional dan lain sebagainya, pasar Ramadhan Semarang yang disebut Dugderan juga menjual mainan kuno yang disebut Warak Ngendog.


Warak Ngendog adalah mainan anak-anak yang dulu sangat populer di kota Semarang dan sekitarnya, dan biasa dijual saat megengan atau pasar malam/dugderan menjelang bulan suci ini. Bentuk fisiknya adalah hewan berkaki empat dengan leher panjang, berbulu keriting (bisa juga lurus atau acak-acakan) dengan aneka warna khususnya merah, putih, kuning, hijau dengan sudut-sudut tubuh dan kepala yang lurus, dan kenapa disebut ngendog (bertelur), karena kadang ditaruh sebutir telur dibawah ekornya yang lurus atau disela-sela empat kakinya. Nah, disini muncul interpretasi eksistensi makhluk imajiner ini dengan keragaman penduduk kota Semarang pada khususnya. Nah, bentuk fisik warak ngendog ini ada yang digambarkan seperti kambing, kuda, kerbau, barongsai atau bahkan badan anjing. Sementara kepalanya ada yang menyerupai kepala kambing, naga jawa, naga cina, dan sebagainya. Sementara bulu-bulunya juga punya banyak versi… ada yang keriting, lurus, berombak ataupun bersisik.


Disebutkan dalam buku Programa Dugderan Masjid Besar Semarang (2004), bentuk fisik warak ngendog mewakili suku-suku yang hidup di Semarang. Ada unsur Jawa yang terwakili dalam postur warak yang mirip kambing, sementara unsur Cina ada pada kepalanya yang mirip dengan naga, sedangkan unsur Arab diwakili dengan bulu-bulu rambutnya yang keriting. Bentuk Warak Ngendog yang macam-macam ini juga menjadi salah satu persoalan bila disepakati sebagai ikon kota Semarang, karena bentuk visual Warak selayaknay mencerminkan karakter mayoritas warga Semarang asli. Dalam pandangan para perajin Warak dan warga asli Semarang umumnya, tubuh warak memiliki sudut-sudut yang lurus dan tegas sebagaimana watak orang Semarang yang suka blak-blakan dan apa adanya. Sudut tubuh dan kepala yang tidak meliuk-liuk, simetris dan paduan antara tubuh kuda, leher unta dan kepala naga dengan bulu keriting berwarna merah, biru, hijau dan kuning. Warak Ngendog ini seolah sudah jadi ikon kota Semarang, karena selain muncul saat pasar dugderan sebagai mainan anak-anak, juga ditampilkan dalam berbagai kesempatan khususnya perhelatan yang terkait dengan Semarang itu sendiri. Warak Ngendog sudah jadi pemandangan yang lazim, termasuk sebagai maskot kota.


Wah, sepertinya saya harus berburu Warak Ngendog jika pasar dugderan nanti, karena mainan ini hanya ada saat Ramadhan yang merupakan perpaduan 3 budaya yang hidup disini. Tradisi Semarang Warak Ngendhog adalah mainan khas Kota Semarang yang muncul sekali dan hanya hadir di perayaan tradisi Dugderan. Mainan ini berwujud makhluk rekaan yang merupakan gabungan beberapa binatang yang merupakan simbol persatuan dari berbagai golongan etnis di Semarang: Cina, Arab dan Jawa. Kepalanya menyerupai kepala naga (Cina), tubuhnya layaknya buraq (Arab), dan empat kakinya menyerupai kaki kambing (Jawa). Tidak jelas asal-usul Warak Ngendog. Binatang rekaan ini hanyalah mainan dalam bentuk patung atau boneka celengan yang terbuat dari gerabah. Siapa yang menginspirasi pembuatannya pun tak ada yang tahu. Yang pasti sejak dugderan digelar, sejumlah pedagang menggelar mainan ini. Dalam setiap penjualan, penjual menaruh telur ayam matang di bawahnya. Telur itu turut serta dijual bersama waraknya.


Warak ngendog aslinya memang hanya berupa mainan anak-anak dengan wujud menyerupai hewan. Jika dibandingkan dengan bentuk Warak Ngendog yang ada sekarang ini, Warak Ngendog yang asli terbuat dari gabus tanaman mangrove dan bentuk sudutnya yang lurus. Konon ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog ini mengandung arti filosofis mendalam. Dipercayai bentuk lurus itu menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka lurus dan berbicara apa adanya. Tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan.


Selain itu Warak Ngendog juga mewakili akulturasi budaya dari keragaman etnis yang ada di Kota Semarang. Kata WARAK sendiri berasal dari bahasa arab “Wara’I” yang berarti suci. Dan Ngendog(bertelur) disimbolkan sebagai hasil pahala yang didapat seseorang setelah sebelumnya menjalani proses suci. Secara harfiah, Warak Ngendog bisa diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di Bulan Ramadhan, kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala di Hari lebaran. Warak Ngendog bagi Kota Semarang sudah menjadi ikon identitas kota dan sudah dikenal hingga keluar daerah. Beberapa titik di pusat kota, bahkan direncanakan akan dibangun patung Warak Ngendog sebagai maskot penegas ciri khas kota Semarang.


WARAK NGENDOG, binatang mitologis ini digambarkan sebagai simbol pemersatu tiga etnis mayoritas yang ada di Semarang Bagian-bagian tubuhnya terdiri dari Naga (Cina), Buraq (Arab) dan Kambing (Jawa). Hewan imajiner ini biasanya dijadikan maskot dalam festival Dugderan yang dilaksanakan beberapa hari sebelum bulan puasa. Selama ini Warak Ngendog dipercaya sebagai buatan waliyullah.


Namun pada kenyataannya, belum ada yang menyebutkan secara konkrit siapa sebenarnya penciptanya. Ia bahkan menjadi misteri panjang, hingga detik ini. Sejarahwan Semarang Nio Joe Lan, dalam karya klasiknya “Riwajat Semarang” (1936), dan Amen Budiman dalam serialnya “Semarang Sepanjang Jalan Kenangan” (1976), pun tidak pernah menyebut siapa pencipta warak dan waktu penciptaannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amen Budiman, diperkirakan binatang rekaan yang menjadi maskot acara itu mulai dikenal masyarakat pada akhir abad ke-19. Asumsinya ini dilihat dari kemunculan mainan warak ngendog dalam setiap perayaan megengan atau dugderan. Tepatnya pada masa pemerintahan Kanjeng Bupati Semarang periode 1881-1897, Ario Purboningrat.


Dalam esainya, Budayawan Semarang, Djawahir Muhammad, pun sependapat dengan pendapat Amen. Menurut Djawahir, kemunculan warak sebagai benda budaya atau karya seni kriya khas masyarakat Semarang bisa didekati secara ilmiah, dengan menunjuk penampilan kali pertama Pasar Malam Sentiling di Mugas, yakni pada tahun 1936. Pada saat itu, keramaian tersebut digelar untuk menyambut ulang tahun ke-100 Ratu Wilhelmina. Di masyarakat, tersebar pula folklor Warak Ngendok sebagai binatang serupa badak yang ditemukan oleh warga. Saat itu sejumlah warga tengah melakukan babat alas di hutan yang kini menjadi Kampung Purwodinatan. Dari cerita tersebut, kemudian warga di kampung itu banyak yang membuat kerajinan Warak Ngendog dan dijual pada saat Dugderan.


Terlepas dari siapa pembuat pertama, Warak Ngendog memiliki makna filosofi yang selalu relevan sebagai pedoman hidup manusia pada zaman apapun. Wujud makhluk rekaan yang merupakan gabungan tiga simbol etnis mencerminkan persatuan atau akulturasi budaya di Semarang. Konon ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka, lurus, dan berbicara apa adanya, sehingga tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan.


Kata Warak berasal dari bahasa Arab yang berarti suci, sedangkan kata ngendog atau telur disimbolkan sebagai hasil pahala yang didapat seseorang setelah menjalani proses suci berpuasa. Hakekatnya, hewan ini merupakan simbol nafsu manusia. Badannya yang bersisik, mulutnya menganga dan bertaring, serta bermuka seram menggambarkan nafsu yang harus dikalahkan dengan puasa. Sayangnya, seiring perkembangan zaman, wujud Warak Ngendog dibuat secara asal-asalan tanpa berpedoman dari pakem filosofisnya. Barangkali para pengrajin berusaha mengotak-atik warak tersebut agar terkesan berbeda, namun hal ini justru menghilangkan keelokan makna simbol-simbol di tubuh Warak Ngendog.

Popular posts from this blog

Legenda Naga Jepang

Garuda Bukan Hanya Lambang Negara

Lembuswana Asal Kota Raja